Kemasan Produk Bukan Sekedar Pembungkus

Produk-produk IKM pada umumnya menjadi andalan sebagai ciri khas produk dari masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur. Permasalahan yang masih dihadapi para pengusaha IKM pada umumnya masih kurang total dalam menggarap produknya. Pusat perhatian hanya satu atau dua elemen saja.

Produk baju dengan motif bordir yang indah tapi jahitnya kurang rapi; makanan yang enak tapi bentuknya tidak menarik, dan lain sebagainya. Padahal proses produksi itu harus dilakukan secara integratif sejak hulu sampai hilirnya. Setiap langkah mulai dari pemilihan bahan, proses produksi finishing, hingga kemasan harus dikerjakan dengan baik dan teliti, agar hasil akhir memiliki nilai jual yang tinggi dan daya saing yang memadai.

Salah satu elemen penting yang tidak bisa dipisahkan dari produk namun masih sering dilupakan oleh IKM adalah kemasan. Meskipun sudah banyak yang menyadari arti pentingnya kemasan tetapi pada umumnya IKM masih menggunakan kemasan apa adanya.

Ada yang masih memakai label yang difotokopi, ditutup dengan pita perekat, atau bahkan tanpa keterangan sama sekali. Belum lagi masalah pemakaian materialnya. Mungkin ada yang berpendapat ‘Loh, kita kan jual isinya, bukan jual kemasannya!’ atau ‘Ah, buat apa kemasan diperhatikan, nanti juga dibuang’.

Pendapat yang demikian menunjukkan bahwa kemasan masih dianggap sebagai pembungkus biasa. Sebenernya, kemasan bagi produk yang diperjualbelikan secara komersial memiliki fungsi lebih besar daripada hanya sekadar pembungkus. Beberapa kegunaannya antara lain adalah sebagai wadah sehingga produk siap untuk dijual, sebagai pelindung produk dari bahaya kimiawi seperti uap air dan mikroba, serta bahaya fisik seperti benturan.

Salah satu fungsi kemasan yang juga sering dilupakan adalah sebagai alat marketing/ promosi.

Secara umum kemasan dapat dibedakan menjadi kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk, sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang membungkus kemasan primer. Ada pula kemasan yang digunakan untuk keperluan distribusi.

 

Kemasan sebagai alat pelindung

            Fungsi kemasan sebagai pelindung dapat dicapai dengan pemakaian material dan teknik pengemasan ( sealing ) yang tepat. Pilihan material didasarkan pada sifat bahan yang akan dikemas, tujuan pengemasan, kondisi lingkungan, cara pendistribusian produk, dan lain sebagainya. Jenis material yang digunakan untuk kemasan makanan dan minuman juga harus memenuhi standar food grade untuk menjamin keamanannya.

            Material kemasan sendiri ada beraneka ragam. Selama ini industri pengemasan di Indonesia mendapat permintaan terbesar untuk bahan plastik sebesar 53% , kertas 24%, metal 17% , dan kaca 6% (sumber:Federasi Pengamasan Indonesia).

            Plastik sebagai salah satu material kemasan yang sering digunakan  juga memiliki banyak jenis. Bahan plastik yang digunakan untuk makanan yang mengandung minyak misalnya, berbeda dengan plastik untuk bahan yang bersudut tajam, atau plastik kemasan baju. Material tertentu berfungsi untuk menahan aroma produk agar tidak hilang, sementara material lain justru bersifat permeable agar produk didalamnya bisa ‘bernafas’  (seperti kemasan buah dan sayur segar).

            Selain bahaya kimia, kemasan juga harus mampu melindungi dari bahaya fisik (pecah, remuk, basah, dll) sehingga produk yang sampai ke tangan konsumen masih utuh seperti bentuk aslinya. Untuk itu perlu diperhatikan mengenai bagaimana produk tersebut disimpan  dan didistribusikan. Apakah gudangnya lembab, kendaraan apa yang akan dipakai , bagaiaman cara menyusunnya, bagaimana kondisis jalan yang dilalaui.

 

Kemasan sebagai alat pemasaran

            Produk yang berkualitas nomor satu sekalipun tetap gagal bila tidak didukung dengan pemasaran yang baik. Desain kemasan yang sesuai dapat mendukung produk agar lebih dikenal dan laku dipasar. Elemen desain kemasan sendiri ada bermacam-macam, mulai dari merek, warna, ilustrasi, bentuk, ukuran, dan sebagainya. Untuk kemasan makanan, minuman dan obat-obatan juga ada regulasi sendiri yang harus dipenuhi. Berbicara tentang desain kemasan juga berkaitan dengan merek. Sangat disarankan bagi produk-produk IKM untuk memiliki merek yang sudah terdaftar.

            Selain regulasi, faktor yang perlu diperhatikan dalam desain kemasan adalah jenis produk yang dikemas, segmen konsumen yang dituju, daerah pemasaran, display, dan tentu saja biaya. Setelah itu dibutuhkan kreativitas dalam mengolah faktor-faktor tersebut untuk menjadikan kemasan sebagai sarana promosi yang handal.

            Desain kemasan yang baik harus dapat’berkomunikasi’ dengan konsumen. Dalam hal ini penataan display produk juga berperan penting. Selain itu desain kemasan harus dapat menjadi nilai tambah bagi produk, namun tanpa mengabaikan arti dari produk itu sendiri. Bagaimana inti penjualan ada pada produknya. Karena itu desain kemasan tidak bisa mengesampingkan  masalah biaya produksi dan jenis produk.

 

Kendala yang dihadapi IKM

            Kurangnya perhatian IKM pada masalah kemasan disebabkan masih kurangnya pengetahuan seputar kemasan dan faktor biaya. Desain kemasan yang lebih baik identik dengan pengeluaran biaya yang lebih tinggi. Sebenarnya, bila dilakukan perhitungan, kemasan khas produk IKM yang memakai material seadanya dan dicetak sablon ternyata lebih mahal daripada kemasan dengan cetak printing yang kualitasnya lebih baik. Lalu mengapa IKM tidak mencetak kemasan dengan kualitas seperti indutri besar? Ternyata masalahnya ada pada jumlah minuman yang harus dipesan (minuman order). Sebagai gambaran, untuk melakukan proses printing di plastik minuman harus menyediakan 24 roll @1000 meter, atau bila berbentuk kantong maka setara dengan kurang lebih 100.000 kantong. Itupun masih belum termasuk harga jasa bila meminta di desainkan oleh ahlinya. Hal ini ini tentu sangat memberatkan IKM. Salah satu jalan keluar yang bisa dijadikan pertimbangan untuk mengatasi masalah tersebut adalah kerjasama beberapa IKM. Sehingga jumlah minimum pesanan dapat dipenuhi dan biayanya dibagi rata dari IKM yang terlibat.

            Pemerintah kabupaten/kota juga dapat berpatisipasi untuk mendukung kerjasama tersebut. Apalagi perbaikan kemasan ini juga sejalan dengan program one village one product, dimana daerah diharapkan dapat memaksimalkan kualitas produk unggulannya.

            Selain itu, IKM juga mensiasati masalah biaya kemasan produk sesuai daerah penjualannya. Misalnya membuat 2 kemasan yang berbeda untuk produk yang dijual dipasar tradisional dan produk yang dijual diritel modern. Satu hal lagi yang perlu diingat, bahwa meskipun pemakaian kemasan yang lebih baik membutuhkan biaya ekstra, namun kemasan tersebuat juga akan memberi nilai tambah bagi produk dan meningkatkan nilai jualnya hingga beberapa kali lipat.

            Sedangkan untuk jasa desain , diharapkan partisipasi dari perguruan tinggi yang memilki jurusan desain grafis, untuk lebih menaruh perhatian pada IKM. Misalnya melalui kerja praktek lapangan, dimana IKM bisa mendapatkan bantuan desain secara free

            Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur memiliki Unit pelayanan Teknis Industri Makanan Minuman dan Kemasan yang bertugas memberi batuan kepada IKM berupa desain, dan pencetakan kemasan serta bimbingan dan pelatihan tentang kemasan lainnya.